Langsung ke konten utama

Sampai Layu

Sampai Layu

Tertampar oleh embun pagi hari ini, menyadarkanku pada sebuah cerita amukan hati.

Ada seseorang yang memiliki taman di belakang rumahnya. Ia suka melihat tanaman dan bunga-bunga terlihat indah di sana. Namun, ada satu tanaman bunga mawar yang layu, bahkan seperti tak ada gairah untuk tumbuh.

Sejak saat itu, perhatiannya selalu beralih pada tanaman itu, setiap hari setiap pagi dan petang bahkan di siang haripun ia terus menyiram merawatnya dengan penuh kasih sayang. Dengan harapan ia bisa tumbuh besar dan berbunga indah.

Namun, dari sisi sang pohon mawar. Ia sangat enggan untuk tumbuh apalagi berbunga seperti yang di harapkan pemiliknya. Sudah lebih dari sebulan lamanya tak ada perubahan apapun, yang ada hanya goresan luka di jari sang pemilik karena terkena duri sang mawar.

Dan karena kelembutan dan kesabaran pemilik akhirnya sang mawar terketuk untuk kembali bangkit. Walau, ragu melanda sangat dahsyat. Nyatanya, ia sangat tahu, bahwa ia disukai saat ia indah, namun jika ia layu tak sedikit orang membuangnya.

Malam itu, mawar sangat senang karena ingin memberikan kejutan pada sang pemilik, satu bunga tumbuh dari salah satu tangkainya dengan sangat indah dan cantik. Ia sengaja berbunga di malam hari, agar saat pagi datang, sang pemilik mengucapkan selamat pagi padanya dan ia akan melihat senyum di bibir pemiliknya.

Namun, pagi hingga siang datang, sang pemilik tidak juga datang untuk sekedar menyiram apalagi menyapa. Sang mawar resah bahkan hingga sore dan kembali malam pun pemilik tak lagi datang.

"Apakah ia sakit?"

"Apakah ia bosan melihatku?"

"Apakah ia enggan untuk kembali melihatku satu kali lagi? Aku ingin melihat ia senang, hanya kali ini."

"Aku sudah memberikan rasa kepercayaanku padanya, namun kenapa ia mematahkannya?"

Keesokan harinya, kenyataan yang mawar dapatkan malah membuat ia yang baru saja mau memulai untuk bangkit, kini kembali jatuh. Jatuh sejauh jatuhnya lebih dalam dari sebelumnya. Rasanya lebih baik di buang ketika sudah layu namun di sayang dahulu sebalum layu. Tapi ini? Sudah mekar malah ditinggal.

Sang pemilik pindah rumah sore itu setelah selesai menyiram sang mawar untuk terakhir kalinya. Rumah yang ia tinggalipun dijual. Ia pergi entah kemana, tanpa berniat melihat mawar itu sekali lagi saja. "Mengapa? Mengapa begitu? Bukankah ini tujuannya? Ia ingin aku mekar indah dan cantik, bukan? Bahkan ia rela luka setiap hari hanya untuk merawatku."

"Mengapa pergi setelah selangkah lagi menuju garis finish? Mengapa? Mengapa? Mengapa? Sulit dipercaya."

Mawar kembali layu, satu bunga yang berhasil tumbuh pun hari demi hari berjatuhan kelopaknya. Hingga tidak ada yang tersisa, semua kembali sama seperti keadaan pertama kali ia di temui pemiliknya.

Hakikatnya, semua harapan yang pernah kita tanam kenapa seseorang, akan layu dan kembali dipatahkan jika waktunya sudah datang.

Yang terlihat manis, belum tentu terasa. Bukankah berharap kepada selain-Nya hanya akan menghasilkan luka? Pada dasarnya hati wanita seperti yang diceritakan dalam kisah ini, ia seperti mawar yang mudah mekar jika sudah ada sedikit rasa percaya, namun mudah juga dipatahkan karena ia tidak berpikir jauh ke depannya. Lalu apa yang mereka lakukan?

Menyesal dalam-dalam.

Bagaimana, jika seseorang yang kita pikir sangat mencintai kita, ternyata tidak punya perasaan sama sekali?

Bagaimana, jika seseorang yang kita pikir sedang serius, ternyata hanya bercanda?

So, jadikan pelajaran. Jangan mudah memberi kepercayaan apalagi soal perasaan, pasrahkanlah pada sang pemilik cinta, yaitu Allah SWT. tuhan seluruh alam.

#muhasabah


Salam pena,

Suny Ayundha

Komentar

  1. Masya Allah.. Barakallah yah, lanjutkan semangat kawan๐Ÿ˜Š๐Ÿ˜

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ingin Lepas

Kau tau, Bagaikan burung dalam sangkarnya, Kamupun seperti itu, Sama sakitnya. Rasanya ingin sekali keluar, Terbang memeluk awan dalam-dalam, Berteriak bahwa kamu mengaguminya, Menjabarkan bahwa kamu membutuhkannya. Tentunya tidak hanya diam dan membisu. Terkadang, Kamu meracau tak jelas perihal perasaanmu. Padahal waktu itu, Sempat terbangun tebing tinggi pemisah syahdu. Pada hal-hal yang berbau candu, Kamu berusaha agar tak temu. Lalu takdir menuntunmu hinggap pada suatu tangkai, Tangkai yang jarang di temui banyak orang, Yang membuatmu terpukau juga terpana akan keindahan, Sekilas membuat lupa tangkai yang pernah kau pijak dengan riang. Sayapmu terombang ambing, Angin kencang menyambar, Sejenak kau bisikan. "Duhai Allah, Tangkai mana yang paling aman? Satu tangkai terlihat utuh namun seperti rapuh, Dan satunya lagi terlihat seakan mengutuhkan yang rapuh. Aku bisa tertipu, Terjerat hawa nafsu, Aku sudah terpana, Terbawa suasana yang fana. Duhai Allah, Inikah yang dinamakan rinta...

Singkatnya Aku Rindu

Sepintas ingatan menerawang ke belakang, Memasuki lorong waktu yang nyatanya tak lagi bisa bertemu, Canda tawamu, Keluh kesahmu, Tak lagi terdengar jelas dalam pendengaran. Aku menyukai semua hal tentangmu, Kenapa? Tidak percaya? Biarku ceritakan betapa aku merindukanmu. Aku suka melihat matamu yang tertawa hingga menyerupai garis lurus sejajar, Matamu yang mulai berair karena tidak memiliki waktu yang cukup untuk istirahat, Matamu yang membulat sempurna seakan-akan menakutiku padahal sebenarnya itu malah lucu, Matamu yang tersenyum ramah menyambut kedatanganku, Tentu saja itu baru perihal mata, Jika kuceritakan semua, Pasti tidak akan ada titik di dalamnya. Satu lembar tidak cukup, Dibuku-kan pun, aku yakin pasti akan berpart-part, Sebegitu hebatnya ya aku mencintaimu, Padahal jelas-jelas aku benci merindu. Hal itu hanya menyita waktuku. Tapi jika itu tentangmu, Aku rela melakukan ini sebagai hobiku. Doapun selalu ku panjatkan, Semoga ada titik terang, Dari Allah dzat yang Maha mengab...

Hidup Yang Baik Baik Saja

  Rasanya skrang, orang yang paling pengen aku kasihani di dunia ini cuma diriku sendiri. Aku kasihan pada si kecil yang terjebak dalam raga dewasa ini. Ia meronta ingin keluar namun dipaksa agar terus berjalan. Merintih tangisnya terdenger sepenghujung ruangan. Malang, nasibnya sungguh malang. Ia hanya bisa berharap, ada sosok penolong lagi pelindung untuknya. Selamatkan saya, tolong selamatkan saya! Na'as, jeritnya hanya terdenger sejauh rongga telinganya. Tercekat di kerongkongan dan terkubur di relung hati yang dalam. Padahal, angannya tak bertulang. Inginnya tak muluk. Kembalikan senyumnya yang sudah lama hilang agar ia bisa melepas semua topeng yang menampar wajahnya erat-erat itu. Sehingga ia bisa melupakan rasa sakitnya. Wahai diri, sungguh malang nasib yang kau jalani. Mungkin memang benar, tidak ada yang benar-benar baik-baik saja dalam menjalani hidupnya. Ada yang bertahan dengan saling menopang, atau saling menampar. Ada yang senang ada yang pingsan, ada yang tertawa ad...